25 Buruh Disekap dan Disiksa
Tangerang-Penyekapan dan penyiksaan karyawan di Sepatan, Kabupaten Tangerang terbongkar. Polisi menggerebek industri kecil yang memproduksi wajan aluminium ilegal dan membebaskan 25 pekerja dari dalam pabrik itu, Jumat (3/5). Pemilik pabrik, Yuki Irawan, bersama istri dan anaknya digelandang polisi untuk dimintai keterangan.
Penggerebekan dilakukan Satuan Reskrim Polresta Tangerang bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). Pabrik itu berlokasi di RT 03/04 Kampung Bayur Ropak, Desa Lebak Wangi, Sepatan, Kabupaten Tangerang. Terbongkarnya praktik penyekapan ini berawal dari adanya laporan karyawan Andi Gunawan (19) dan Junaedi (20), yang berhasil kabur kembali ke kampung halamannya di Lampung.
Aktivis Kontras, Syamsul Munir, menjelaskan, awalnya pihaknya menerima pengaduan dari Andi dan Junaedi. Saat itu, keduanya mengaku diperlakukan tak manusiawi oleh pemilik pabrik. Mereka harus bekerja dari pukul 06.00 WIB sampai tengah malam dengan hanya diberi dua kali makan. Bahkan, mereka tak diberi gaji.
“Kamar mandi cuma satu, tidur berdesakan, sampai tidak bisa selonjoran. Kalau sakit dipukul sama centeng-centeng, disuruh kerja lagi. Karena enggak kuat, mereka kabur tanpa bawa apa-apa. Dompet sama ponsel dirampas waktu awal masuk," kata Munir seusai ikut dalam pembebasan para pekerja, kemarin sore.
Dari aduan itu, tambah Munir, pihaknya lalu berkoordinasi dengan Komnas HAM dan kepolisian. Mereka lalu mendatangi lokasi. Waktu ditemui, kata Munir, kondisi para pekerja memprihatinkan. Rata-rata mereka terkena penyakit kulit. Pengakuan Andi dan Junaedi, mereka memakai baju yang sama selama tiga bulan. Ada pula yang mengalami luka-luka di tubuh.
"Pekerjanya dari berbagai daerah. Ada yang Lampung, Cianjur, Bandung. Lama kerja juga macam-macam, ada yang sudah 1,5 tahun, ada pula yang baru bulanan. Mereka enggak boleh keluar pabrik. Yang kabur itu sampai dituduh mencuri, atau pakai narkoba," kata Munir.
Kasat Reskrim Polresta Tangerang Kompol Shinto Silitonga mengatakan, pemilik usaha hingga tadi malam masih menjalani pemeriksaan. Sementara 25 karyawan yang telah dibebaskan telah menjalani visum di RSUD Tangerang. “Ada indikasi perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan pemilik usaha," kata Shinto.
Selain itu, industri yang telah berdiri selama satu tahun ini tidak memiliki izin usaha. Saat polisi meminta menunjukkan dokumen perizinan, pihak perusahaan justru menunjukkan surat izin tempat usaha dari Kecamatan Cikupa. Hal itu menurut Shinto menyalahi aturan karena instansi yang berhak mengeluarkan surat seharusnya Kecamatan Sepatan.
"Untuk penyelidikan, kami bawa 25 karyawan, mandor serta pemilik usaha ini ke Polresta Tangerang. Kami juga amankan barang bukti berupa komponen alat, bahan baku dan produk jadi," kata Shinto.
Dia menegaskan, pemilik usaha terancam Pasal 333 KUHP tentang penyekapan orang dan pengekangan kemerdekaan orang dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan terhadap korban Andi Gunawan.
Sementara itu, seorang pekerja, mengaku kerap dianiaya dan dipaksa kerja lebih keras oleh pemilik perusahaan. Selain itu pemilik juga membayar upah sangat murah yaitu Rp600 ribu per bulan. "Saya bekerja sudah enam bulan. Saya sering dipaksa dan dianiaya kalau kerja salah. Makan juga cuma seadanya, pakai nasi sama tempe dua. karena itu banyak yang kabur dari sini," kata pekerja tersebut. (iwn)
Ketelibat Oknum Polisi Diselidiki
25 Buruh yang
Disekap Dipulangkan
Kasus pabrik ilegal di Desa Lebak Wangi, Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, diduga melibatkan aparat. Diduga ada oknum aparat yang ikut membekingi pabrik yang memroduksi wajan itu. Indikasi adanya bekingan aparat didapat setelah tim Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang melakukan investigasi.
Selain pabrik itu ilegal, 25 buruh disekap. Mereka tidak boleh keluar pabrik. Para buruh juga dianiaya. Kasus ini terungkap setelah petugas Polres Kota Tangerang dan Komisi Orang Anak Hilang dan Tindak (Kontras) menggerebek pabrik itu, Jumat (3/5).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Tangerang sudah melakukan investigasi untuk menelusuri, mengapa pabrik ilegal ini bisa beroperasi selama 1,5 tahun tidak terdeteksi. Informasi dari warga sekitar, hampir setiap hari ada aparat berbaju cokelat maupun berbaju lainnya datang ke pabrik itu. Soal keberadaan mereka di sana rasanya semua sudah tahu dan tidak perlu saya katakan," kata Heri Heryanto, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Minggu (5/5).
Adanya sejumlah oknum aparat yang datang di pabrik bernama CV Cahaya Logam yang dikelola oleh Yuki Irawan (41) tersebut, menurut Heri, membuat warga sekitar beranggapan bahwa perusahaan itu legal. Warga menganggap usaha itu resmi, karena tertutupi oleh adanya aparat yang datang, kata Heri. Dugaan keterlibatan oknum aparat juga diakui oleh seorang buruh yang menjadi korban praktik mirip perbudakan ini. Keterlibatan oknum aparat membuat para buruh tidak berkutik. Para buruh pun terpaksa hidup bekerja dalam kesengsaraan.
Rahmat Hidayat (18), salah seorang buruh yang menjadi korban, mengatakan, bahwa dalam pabrik di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, tersebut terdapat empat mandor dan satu orang bos. Meski menang dalam segi jumlah, Rahmat mengaku bahwa para buruh tak berani melawan. Soalnya ada polisinya, semuanya pada takut. Akhirnya kita terpaksa diam saja," ujarnya saat mengikuti reka ulang di halaman Polres Kota Tangerang, Sabtu (4/5).
Menurut Rahmat, oknum polisi dari satuan Brimob berinisial Njm dan Ags tersebut sempat memberikan ancaman terhadap para buruh. Oknum tersebut pernah melepaskan satu kali tembakan dari sepucuk senjata apinya ke arah tanah, persis di samping kaki kanan salah seorang buruh rekannya. Buruh pun terkejut.
Rahmat menuturkan, intimidasi yang dilakukan kedua oknum aparat tersebut dilakukan karena ada beberapa buruh yang kabur dari pabriknya.
Arifudin (21), seorang buruh lainnya, menyebutkan bahwa kedua oknum Brimob tersebut tidak tinggal di pabrik itu. Namun, keduanya kerap berkunjung ke pabrik itu. Bahkan, datang mengenakan seragam lengkap dengan senjata api itu kerap mengobrol santai dengan sang pemilik pabrik, Yuki. Semua juga tahu kalau polisinya itu orang bayarannya si bos. Orang kita diancam-ancam, kalau kabur mau ditembak kakinya," ujar Arifudin.
Kasat Reskrim Polresta Tangerang Kompol Shinto Silitonga mengatakan, pernyataan buruh tentang keterlibatan oknum Brimob itu tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Kami akan dalami informasi itu dan akan kita selidiki kebenarannya, ujarnya.
Polisi kini masih mengejar dua tersangka lagi yang kabur dalam kasus ini, Tio dan Jack alias Edi. Keduanya mandor yang terlibat penganiayaan tersebut. Keduanya sudah kabur dari pabrik, tapi ke mana pun mereka akan kami buru, kata Shinto.
Polisi juga telah menetapkan lima tersangka, termasuk pemilik pabrik, Yuki Irawan. Empat tersangka lainnya, Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30) yang diduga melakukan kekerasan terhadap buruh-buruh di sana. Kelima tersangka ini dikenakan pasal berlapis yakni pasal 333 KUHP, 351 KHUP, tindak pidana penggelapan gaji dan undang-undang perlindungan anak di bawah umur serta merampas kemerdekaan seseorang.
Dalam rekonstruksi di halaman kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Tangerang, Sabtu (4/5), digelar 83 adegan penganiayaan. Tedi, misalnya, telah melakukan kekerasan fisik terhadap 16 buruh dengan cara memukul dengan tangan, menampar, menendang, menyundutkan rokok, dan siram air panas. Tedi berperan sebagai pengawas buruh 24 jam. Selain menganiaya korban dia juga mengawasi dan melarang buruh keluar tempat usaha, kata Shinto.
Sayangnya lima tersangka hanya diam seribu bahasa saat ditanya wartawan. Mereka menutup wajahnya dengan tangan. Polisi juga masih memeriksa para tersangka dan meminta keterangan Kepala Desa Lebak Wangi yang diduga melindungi usaha ilegal itu. Kades masih kami dalami keterlibatannya, kami masih menjadikannya saksi," kata Shinto.
Kapolres Kota Tangerang Kombes Bambang Priyo Andogo mengatakan, Kapolsek Sepatan mengaku sudah beberapa kali mendatangi lokasi industri tersebut. Kapolsek bahkan sudah memberikan teguran, penyuluhan kepada pemilik hingga marah-marah lantaran perlakuan kasar terhadap buruh di pabrik tersebut.
Motif penganiayaan ini jelas eksploitasi tenaga buruh, mereka mengharapkan biaya pengeluaran kecil dan dapat hasil maksimal. Mereka diberikan tempat tidak layak dan tidak manusiawi. Bahkan ada yang sudah tujuh bulan belum pernah terima gaji. Pakaian mereka tidak pernah diganti juga, makan juga seadanya, kalau dibiarkan 4 bulan lagi mereka bisa kekurangan gizi, kata Kapolres.
Persoalan ini, kata Kapolres, akan dikoordinasikan dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Tangerang. Terlebih dalam pabrik tersebut ada korban trafficking di bawah umur sebanyak 4 orang. Nanti akan kami perdalam terus, jika memang ada pasal yang bisa ditambahkan akan kami tambahkan, ungkap Kapolres.
Ke-25 buruh telah dipulangkan ke daerahnya masing-masing pada Sabtu (4/5) malam. Pemulangan dibagi ke dalam dua gelombang. Pada pukul 20.00 WIB beberapa buruh yang berasal dari Lampung Utara dan Cinjur dipulangkan dengan menggunakan satu bus dan lainnya dijemput dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Pemulangan ini dilakukan setelah diadakan pemeriksaan kesehatan dengan melibatkan dinas kesehatan setempat dan proses pemeriksaan dan pemberkasan penyidikan oleh kepolisian dan pegawai pengawas ketenagakerjaan (PPNS) Kemnakertrans. (iwn)
Rumah Bos Penyiksa Buruh Diserang
Puluhan buruh dari berbagai serikat pekerja menyerbu rumah bos pabrik kuali, Yuki Irawan, Senin (6/5). Mereka geram dengan perlakuan tidak manusiawi yang dialami buruh di pabrik tersebut. Selain berunjukrasa, buruh juga merusak barang-barang di pabrik, merobohkan pagar rumah Yuki dan merusak rumah Kepala Desa Lebak Wangi Mursan.
Awalnya mereka datang dengan sepeda motor ke pabrik kuali yang berada di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur sekitar pukul 11.00 WIB. Lalu mereka merangsek masuk ke dalam pabrik dan merusak barang-barang dengan melemparnya. “Penindasan terhadap buruh itu perbuatan biadab. Kita harus singkirkan pengusaha-pengusaha nakal seperti ini. Kapolsek dan kepala desa harus bertanggung jawab masalah ini. Mana mungkin mereka tidak tahu," ujar Dedi Sudrajat, koordinator aksi ketika melakukan orasi.
Para buruh coba merangsek rumah milik Yuki Irawan, yang letaknya persis di samping pabrik kuali. Namun karena dihalangi polisi, mereka hanya bisa merusak dan merobohkan pagar rumah Yuki. Aksi puluhan buruh ini menjadi tontonan warga sekitar. Warga yang melihat ikut berteriak-teriak dan seolah-olah menyemangati pengujukrasa agar rumah Yuki dihancurkan saja sekalian.
Setelah puas merobohkan pagar rumah Yuki, aksi buruh bergeser ke Kantor Kepala Desa Lebak Wangi, tempat Mursan, sebagai kepala desa bertugas. Namun yang bersangkutan sudah menghilang dan tidak diketahui keberadaannya. Mursan adalah adik ipar dari Yuki Irawan.
Karena Mursan tidak ditemukan, demonstran berlanjut ke rumah Mursan di Kampung Bayur Rawa Bambu RT 005/010, Desa Lebak Wangi. Massa juga merusak pintu pagar rumah Mursan yang cukup megah. Usai melakukan aksinya mereka langsung pergi dari lokasi. Selanjutnya rumah Mursan diberi garis polisi.
Kapolsek Sepatan AKP Sunaryo mengatakan, aksi perusakan yang dilakukan kelompok buruh itu tidak berjalan lama. Pada saat kejadian, polisi mengerahkan sekitar 50 personelnya. Setelah terjadi aksi perusakan itu, kata Sunaryo, pihaknya akan menempatkan anggota untuk penjagaandi rumah Yuki dan di rumah kepala desa. (iwn)
Kades Lebak Wangi Nyaris Dikeroyok
Kepala Desa Lebak Wangi Mursan nyaris dikeroyok warga. Mursan tiba-tiba menampakkan diri di lokasi pabrik wajan milik Yuki Irawan, Selasa (7/5). Dia muncul bersama Camat Sepatan Timur Achmad saat pabrik itu dikunjungi rombongan anggota DPD RI. Kemunculan keduanya disambut hujatan dari warga yang berkerumun di lokasi sejak pagi.
Warga setempat marah lantaran sejak kasus penyekapan dan penganiayaan buruh itu terkuak pada Jumat (3/5), Kades Lebak Wangi dan Camat Sepatan Timur yang diduga mengetahui praktik keji tersebut tidak menampakkan diri. Apalagi warga mengenal betul bahwa Mursan adalah adik ipar Yuki Irawan. Mursan dikejar warga dan nyaris dikeroyok ketika mendampingi rombongan anggota DPD RI yang meninjau kondisi pabrik.
Begitu keluar dari pintu gerbang rumah mewah milik Yuki Irawan yang bersebelahan dengan pabrik, Mursan dan Achmad langsung dicemooh dan diserbu warga. “Turun... Turun... Wuu!! Nggak tahu malu!" teriak seratusan warga yang mengerumuni lokasi pabrik wajan di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06 Desa Lebak Wangi, Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
Warga beramai-ramai merangsek dan hendak mengeroyok Mursan. Untung saja petugas dari kepolisian dan TNI yang melakukan penjagaan sigap, sehingga kedua aparat itu berhasil diamankan ke mobil. “Saya tahu usaha ini tidak mengantongi izin. Tapi saya tidak tahu ada praktik perbudakan seperti yang diberitakan itu," kata Mursan sebelum dikejar massa.
Dirinya tidak mempermasalahkan usaha tersebut, karena warga sekitar tidak keberatan. “Karena warga tidak keberatan, dan karyawannya juga nyaman-nyaman saja,” kilah Mursan sambil menghindar dari kejaran wartawan.
Begitu pula dengan Camat Sepatan Timur Achmad yang mengaku tidak tahu terjadinya praktik penyekapan dan penganiayaan itu. “Masalah perbudakan saya tidak tahu. Saya pernah mengontrol. Di sini, kata warga ada usaha kerajinan, memang betul ada. Dan kita lihat memang dia bekerja di situ, tidak ada persoalan apa-apa," kelit Achmad.
Achmad mengakui perusahaan tersebut memang tidak mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Setelah itu, dirinya memilih berlalu dan mengabaikan pertanyaan wartawan. “Nanti, nanti di kantor saja," jawab Achmad yang saat itu datang mengenakan pakaian dinas.
Rombongan DPD RI yang meninjau lokasi pabrik kemarin dipimpin oleh Wakil Ketua DPD Laode Ida. Selain Laode Ida, anggota DPD RI lainnya yang turut meninjau adalah Sofyan Yahya, Anang Prihantoro, Jack Koswara dan Ahmad Subadri. Dengan didampingi pula oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Iskandar Mirsyad, Kapolresta Tangerang Kombes Bambang Priyo Andogo dan Dandim 0506/Tangerang Letkol Dani Wardana.
Rombongan melihat ke dalam lokasi peleburan dan pengolahan alumunium menjadi wajan. Selain melihat tempat produksi, rombongan juga melihat kamar karyawan yang kondisinya lebih buruk dari penjara. Terlihat kumuh dan tidak dilengkapi dengan ventilasi udara. Anggota DPD RI menyimpulkan bahwa perbuatan Yuki Irawan tidak manusiawi. Wakil Ketua DPD RI Laode Ida mendesak kepada Pemkab Tangerang agar bertindak tegas terhadap aparat di bawahnya yang terlibat dalam kasus perbudakan di pabrik wajan ini. “Kami minta supaya Pemkab Tangerang memberikan sanksi administrasi secara tegas kepada Kades Lebak Wangi yang terindikasi terlibat dalam kasus perbudakan tersebut," kata Laode Ida.
Laode Ida juga meminta pengusutan dan penindakan hukum terhadap oknum polisi dan TNI yang diduga melindungi pabrik wajan ini dilakukan secara terbuka. “Kalau memang ada indikasi dan terbukti, ini harus ditindak sesuai hukum,” kata dia.
Senada pula dengan Ahmad Subadri, Anggota DPD RI asal Provinsi Banten. Ia mengatakan Kades Lebak Wangi Mursan harus dilengserkan karena tidak mungkin ia tidak mengetahui praktik perbudakan itu. Ini mengingat Juki Irawan adalah adik iparnya yang selalu dikunjunginya. Begitu pula dengan Camat Sepatan Timur Achmad. Apabila camat tahu atas aktivitas di pabrik wajan itu tapi tutup mata, maka camat harus disanksi juga. “Kalau camat bisa saja tidak tahu karena area Sepatan Timur yang cukup luas. Sedangkan kades tidak mungkin, karena dia sering datang ke rumah itu," kata Badri.
Menyikapi hal itu, Sekda Kabupaten Tangerang Iskandar Mirsad mengatakan, bila memang terbukti terlibat kasus perbudakan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi tegas kepada aparat di bawahnya hingga ke pemecatan. “Ya kalau terbukti, kades maupun camat disanksi. Maksimal dipecat," kata Iskandar. Saat menyampaikan hal ini, Iskandar didampingi Kades Lebak Wangi Mursan dan Camat Sepatan Achmad.
Untuk mengantisipasi terulangnya kasus penyekapan dan penganiayaan buruh ini, kata Iskandar, dalam waktu dekat camat seluruh Kabupaten Tangerang akan dikumpulkan. Tujuannya untuk mendata seluruh industri rumahan di Kabupaten Tangerang. Selain itu, mereka juga diminta agar selalu melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap usaha kecil menengah yang berada di bawah naungan koperasi.
"Selama ini home industry itu perkembangannya tidak terpantau karena jumlahnya mencapai 5.800 an," kata Iskandar. Dia mengatakan pada tahun 1990-an pabrik wajan milik Yuki Irawan itu pernah mengantongi izin. Tapi sebagai usaha penggilangan padi, bukan pembuatan wajan.
Di lokasi yang sama, Kapolresta Tangerang Bambang Priyo Andogo menyatakan hingga kini belum ada perkembangan terkait siapa saja yang ikut terlibat dalam aksi penyekapan dan penganiayaan yang terjadi di pabrik wajan milik Yuki Irawan. “Sampai saat ini belum ada perkembangan lanjutan terkait siapa saja yang terlibat, kami baru menetapkan pemilik dan empat mandor sebagai tersangka. Dua lainnya buron," kata Bambang.
Bambang mengatakan, pihaknya masih terus menggali informasi dari berbagai pihak, terkait kasus ini, sehingga saat ini pihaknya belum dapat memberikan nama baru. “Masih terus kami dalami," kata dia.
Sampai saat ini, kata Bambang, pihaknya sudah memeriksa 50 orang sebagai saksi terkait kasus pabrik wajan ini. Istri Yuki Irawan, Maya, untuk sementara dinyatakan tidak terlibat atas penyekapan dan penganiayaan buruh di pabrik wajan tersebut. “Istri pemilik pabrik itu tidak terlibat, bahkan berdasarkan keterangan dari korban, istri Yuki sangat baik,” terang Bambang.
Bahkan kata Bambang, Maya sering memberikan makanan lebih dan pakaian kepada para buruh. “Itu dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya,” katanya.
Bambang juga belum dapat memastikan benar atau tidaknya anak buah dia yang terlibat dalam kasus di pabrik ini. Menurutnya, yang berkembang saat ini adalah perbedaan persepsi di masyarakat. Ada yang menuding polisi melindungi atau membekingi karena sering berkunjung ke rumah Yuki. “Kita bekerja tidak berdasarkan persepsi," jelas Bambang.
Namun demikian, jika memang seiring dengan pemeriksaan ditemukan ada bukti keterlibatan oknum anggota polisi, dia memastikan bahwa akan melakukan tindakan hukum. “Sepanjang ada fakta yang mengarah kepada yang bersangkutan (oknum polisi) pasti akan kita lakukan tindakan hukum,” kata dia.
Sementara itu, dikutip dari detik.com menyebutkan, Mabes Polri menyatakan saat isu tersebut menyeruak, petugas dari Divisi Profesi dan Keamanan (Propam) langsung terjun memeriksa dua anggota Brimob disebut-sebut terlibat.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto mengatakan kedua anggota itu sudah menjalani proses pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya Senin (6/5). “Keduanya masih diperiksa mendalam, hasilnya masih menunggu," kata perwira menengah melati tiga itu di Jakarta, Selasa (7/5).
Agus menyampaikan terkait benar atau tidaknya dua anggota tersebut terlibat dalam perbudakan itu, nanti mekanisme intern Polri yang akan menindak. Namun, Polri tentu akan memberikan sanksi sesuai aturan yang ada kepada dua polisi tersebut. "Itu kalau terbukti ya, tentu akan ada proases penindakan," tegas dia.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan ada keterlibatan oknum anggota Brimob dalam penyekapan dan penyiksaan pekerja di pabrik wajan tersebut. Pengakuan itu diperoleh Kontras dari korban. Setidaknya 20 dari total 25 buruh yang menjadi korban penyekapan mengaku pernah melihat dua anggota Brimob di lokasi pabrik. Kontras mengindentifikasi dua oknum Brimob itu bernama Agus dan Nurjaman.
Menurut pengakuan korban, kedua oknum Brimob ini menjadi alat intimidasi dari pemilik pabrik, Yuki Irawan. Kalau korban tidak bekerja dengan baik, Yuki mengancam bakal menyuruh dua oknum Brimob tersebut untuk memukul, menyiksa, dan bahkan menembak korban. Para korban juga mengaku sering melihat mobil dinas Polsek Sepatan terparkir di rumah Yuki.
Untuk diketahui, pada Jumat (3/5) lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama polisi menggerebek pabrik wajan milik Yuki Irawan ini. Polisi mendapati para pekerjanya dalam kondisi memprihatinkan. Mereka disekap. Penggerebekan ini berdasarkan laporan dua pekerja yang berhasil kabur.
Dari reka ulang, diketahui pekerja pabrik yang disekap ternyata juga mengalami siksaan. Mulai dari tendangan, pukulan, disundut rokok hingga disiram cairan panas aluminium. Para buruh tak berani melawan karena diduga pemilik pabrik dibekingi oknum aparat.
Dari hasil rekonstruksi itu, diketahui para tersangka melakukan kekerasan fisik. Yaitu, Tedi Sukarno (35), dengan dugaan melakukan kekerasan fisik terhadap 16 pekerja dengan cara memukul menggunakan tangan kosong menampar, menendang, menyundutkan rokok, dan sering siram air panas.
Yuki Irawan (41), pemilik pabrik. Dia melakukan kekerasan fisik terhadap 13 pekerja dengan cara menampar, memukul dengan tangan dan mendorong kepala pekerja. Tersangka ketiga, Sudirman alias Dirman (34), telah melakukan kekerasan fisik terhadap empat pekerja dengan cara menampar, memukul kepala dari belakang. Sedangkan Nurdin alias Umar (25), telah melakukan kekerasan fisik terhadap lima pekerja, dengan cara memukul dengan tangan kosong, menampar, serta memukul bagian kepala. (iwn)