Sunday, December 15, 2013

Sejarah Membuktikan Arsitek Benteng Pendem Mengutamakan Kualitas



Ngawi- Pesona pariwisata Ngawi yang mengandung nilai historis terus diperhatikan  pemkab Ngawi melalui  Dinas Pariwisata, Pemuda olah raga , dan Budaya . Sejak dibuka untuk umum terus menarik minat para warga lokal yang ingin menyaksikan benteng pendem yang usia ratusan tahun  berdiri kokoh itu.
Saat melihat dan memikirkan dengan seksama kondisi bangunan begitu kuat dan kokoh meskipun sudah berusia ratusan tahun, tentunya arsitek Belanda bersama rakyat pribumi ketika itu sangat memperhitungkan secara matang dalam membangun.
 Ketika zaman itu bahan bangunan tak harus dicampur penuh total dengan semen seperti zaman sekarang , dan tak banyak besi layaknya sekarang.  Dulu perhitungannya yang matang , jeli dalam mencampur bahan bangunan.  Sehingga bangunan tetap tegak,kuat dan aman. Dulu memperhitungkan segi kualitas, dan ciri khas  fisik sampai sekarang masih tampak indah.
Bandingkan bangunan  sekarang ?  secara fisik memang bagus namun terkadang mutu  jauh berbeda pada zaman Belanda. Untuk itu sangatlah penting seharusnya melihat sisi kualitas sebagai ukuran pada zaman sekarang, dan sejarah telah membuktikannya.
Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem Ngawi terletak di jalur pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun, tepatnya di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Sejarah mencatat saat itu dipercaya, para pedagang dari Surakarta-Yogyakarta pada waktu dulu harus lewat Ngawi jika menuju bandar di Surabaya, demikian juga halnya dengan para pedagang dari arah Pacitan, Madiun, dan Maospati. Hal inilah yang menggolongkan Ngawi sebagai tempat strategis karena merupakan pertemuan jalur perdagangan air lewat Bengawan Solo.
Benteng Pendem Ngawi dibangun oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch sekitar dua abad lalu atau pada tahun 1839, dengan memanfaatkan keberadaan aliran Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Selain berfungsi untuk zona pertahanan, pembangunan benteng ini juga untuk memudahkan arus tranportasi di aliran dua sungai.
Tembok dan tiang-tiang penyangganya masih berdiri kokoh, hanya saja telah pudar dimakan usia. Tampak jelas jika bangunan Benteng Van Den Bosch ini dibangun sebagai zona pertahanan pada waktu pemerintahan Belanda dulu.

Keberadaan benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.
“ Dulu itu lintasn bengawan solo dan bengawan  Madiun – menuju  Ngawi adalah transportasi penting saat itu dan membangun benteng pendem sebagai pertahanan”, terang  warga  sekitar yang mengaku bernama Warto.
Pernah dijelaskan ketika Komandan Yon Armed 12 Ngawi masih dipegang Letkol Arm Sugeng Riyadi  bahwa bangunan Benteng Pendem Ngawi masih sangat kokoh, meski telah dimakan usia. Bangungan Benteng Pendem Ngawi terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, halaman rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai kandang-kandang kuda.
“Ratusan kamar untuk para tentara, halaman rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai kandang-kandang kuda”, Jelasnya.
Benteng ini dulunya juga untuk melumpuhkan transportasi logistik para pejuang kemerdekaan pasukan Pangeran Diponegoro. Bersamaan dengan itu, terjadi perang di Ngawi antara pasukan Bupati Madiun-Ngawi yang memihak Diponegoro dengan Belanda.
Ia menjelaskan, setelah Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van Den Bosch dijadikan markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten Malang. Pada waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan di areal benteng.

Karena kondisi yang bangunan tidak mendukung untuk perkembangan dan kemajuan kesatuan, maka sekitar 10 tahun kemudian Yon Armed 12 menempati lokasi baru di Jalan Siliwangi, Kota Ngawi. Namun, sebagian area benteng masih digunakan untuk gudang persenjataan.

"Hal itulah yang mendasari mengapa selama puluhan tahun Benteng Pendem ini tertutup bagi umum. Pada akhir tahun 2011, benteng ini akhirnya terbuka untuk umum karena gudang persenjataan telah dipindahkan ke Jalan Siliwangi. Sampai sekarang kami masih lakukan perawatan secara rutin," papar Sugeng Riyadi.
Selain itu, bangunan benteng ini dikelilingi gundukan tanah yang sengaja dibangun untuk menahan serangan dan luapan air Bengawan Solo. Hal inilah yang membuat bangunan benteng seperti terpendam. Bangunan ini juga dikelilingi parit air selebar 5 meter, hanya saja saat ini paritnya telah tertutup tanah.
pihak Yon Armed 12 dan pemerintah daerah setempat ingin agar Benteng Van Den Bosch menjadi objek wisata sejarah di Kabupaten Ngawi. Pihak Yon Armed kini terus melakukan pembenahan.
Pembenahan yang dilakukan adalah merawat bangunan secara rutin. Saat ini kami sedang menunggu izin merenovasi bangunan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Jika izin sudah keluar, renovasi akan dilakukan tanpa meninggalkan bentuk asli dari bangunan benteng tersebut.
Benteng Pendem ini menjadi satu kesatuan wisata air dengan Museum Trinil Ngawi menyusuri Bengawan Solo.
Disamping sebagai zona pertahanan, benteng ini dulunya juga dimanfaatkan untuk persinggahan para ilmuwan Belanda. Salah satunya adalah Eugene Dubois penemu manusia purba Trinil "Pithecanthropus Erectus". ( Rif //Rika/ Chandra)

Thursday, December 5, 2013

Wisata Religi Alas Ketonggo Dapat Dipadukan Wisata Kuliner



Ngawi- Pemerintah kabupaten Ngawi melalui Disparipuya terus berupaya membangun, mempublikasikan , dan mempromosikan  potensi wisata yang  telah ada, agar mempunyai daya pikat para wisatawan baik domestik maupun luar daerah Ngawi, bahkan manca Negara.
Potensi wisata sangat mempunyai dampak positif untuk masyarakat Ngawi, terutama segi ekonomi dan
pembangunan.Tidak hanya itu  budaya terlahir sebagai warisan leluhur patut untuk dilestarikan karena bagian dari jati diri sebagai bangsa.
Dengan wisata dan budaya kabupaten Ngawi akan dikenal sehingga sumber perekonomian melalui wisata  meningkat.
Diantara objek wisata yang ada salah- satunya adalah wisata religi yang ada di “Alas Ketonggo”  Srigati, desa Babadan , kecamatan  Paron.  “ Alas Ketonggo “ cukup dikenal karena segi religinya  atau tempat kegiatan spiritualnya.  Sehingga banyak yang datang dari luar daerah selain warga domestik  sendiri, seperti dari warga Jawa Tengah dan Semarang.
Ternyata “Alas Ketonggo “ lebih terkesan religinya daripada mistisnya, karena itu wajar jika wisata religi perlu  perhatian sehingga merupakan daya tarik sebagai budaya wisata yang terkenal.
“ Disini ( tempat Alas Ketonggo) kita bisa berdo’a dan memohon pada  Allah Yang Kuasa, tempat disini merupakan sarana saja”terang, Jono salah-satu pengunjung.
“ Kita bisa renung diri, membentuk insan rendah hati dan tidak sombong”, tambahnya.
Disisi lain “ Alas Ketonggo “ bisa terdongkrak pamornya lebih  luas jika dipadukan dengan kuliner ( wisata kuliner) , sehingga nantinya bisa diisi produk makanan  Ngawi seperti kripik tempe dan lainnya. Produk  makanan khas   bisa seiring sejalan dengan makanan dan minuman lain ditempat  wisata religi itu.   Keberadaan wisata kuliner tepat di Alas Ketonggo karena sebagai tempat istirahat perjalanan pengunjung yang datang  dari jauh.
Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olah Raga sangat getol menggali dan meningkatkan, serta melestarikan potensi salah-satunya Pariwisata.
“ Saya bersama staf terus bekerja keras mempromosikan tentang kepemudaan, budaya yang berkaitan Disparipuya”, terang, Eko Purnomo, S. Sos , Kepala Disparipuya. (adv/rif)



Tuesday, December 3, 2013

Pemerintah Kota Madiun

Keluarga Besar

Bagian Humas

 

Mengucapkan :

Selamat Natal

Selamat Tinggal Tahun 2013

Selamat Datang Tahun Baru 2014

 

                               Walikota Madiun                                  
  H. Bambang Irianto, SH, MM  
             Wakil Walikota Madiun                
 H. Sugeng Rismiyanto, SH, M. Hum