Ngawi-
Pesona pariwisata Ngawi yang mengandung nilai historis terus diperhatikan pemkab Ngawi melalui Dinas Pariwisata, Pemuda olah raga , dan
Budaya . Sejak dibuka untuk umum terus menarik minat para warga lokal yang
ingin menyaksikan benteng pendem yang usia ratusan tahun berdiri kokoh itu.
Saat melihat dan
memikirkan dengan seksama kondisi bangunan begitu kuat dan kokoh meskipun sudah
berusia ratusan tahun, tentunya arsitek Belanda bersama rakyat pribumi ketika
itu sangat memperhitungkan secara matang dalam membangun.
Ketika zaman itu bahan bangunan tak harus
dicampur penuh total dengan semen seperti zaman sekarang , dan tak banyak besi
layaknya sekarang. Dulu perhitungannya
yang matang , jeli dalam mencampur bahan bangunan. Sehingga bangunan tetap tegak,kuat dan aman.
Dulu memperhitungkan segi kualitas, dan ciri khas fisik sampai sekarang masih tampak indah.
Bandingkan
bangunan sekarang ? secara fisik memang bagus namun terkadang
mutu jauh berbeda pada zaman Belanda.
Untuk itu sangatlah penting seharusnya melihat sisi kualitas sebagai ukuran
pada zaman sekarang, dan sejarah telah membuktikannya.
Benteng Van Den Bosch
atau Benteng Pendem Ngawi terletak di jalur pertemuan Bengawan Solo dan
Bengawan Madiun, tepatnya di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur.
Sejarah mencatat saat itu dipercaya, para pedagang dari Surakarta-Yogyakarta pada waktu dulu harus lewat Ngawi jika menuju bandar di Surabaya, demikian juga halnya dengan para pedagang dari arah Pacitan, Madiun, dan Maospati. Hal inilah yang menggolongkan Ngawi sebagai tempat strategis karena merupakan pertemuan jalur perdagangan air lewat Bengawan Solo.
Benteng Pendem Ngawi
dibangun oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch sekitar dua abad lalu
atau pada tahun 1839, dengan memanfaatkan keberadaan aliran Bengawan Solo dan
Bengawan Madiun. Selain berfungsi untuk zona pertahanan, pembangunan benteng
ini juga untuk memudahkan arus tranportasi di aliran dua sungai.
Tembok dan tiang-tiang
penyangganya masih berdiri kokoh, hanya saja telah pudar dimakan usia. Tampak
jelas jika bangunan Benteng Van Den Bosch ini dibangun sebagai zona pertahanan
pada waktu pemerintahan Belanda dulu.
Keberadaan benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.
“ Dulu itu lintasn
bengawan solo dan bengawan Madiun –
menuju Ngawi adalah transportasi penting
saat itu dan membangun benteng pendem sebagai pertahanan”, terang warga sekitar
yang mengaku bernama Warto.
Pernah dijelaskan
ketika Komandan Yon Armed 12 Ngawi masih dipegang Letkol Arm Sugeng Riyadi bahwa bangunan Benteng Pendem Ngawi masih
sangat kokoh, meski telah dimakan usia. Bangungan Benteng Pendem Ngawi terdiri
dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, halaman rumput di tengah
bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai kandang-kandang
kuda.
“Ratusan kamar untuk
para tentara, halaman rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang
dulunya diyakini sebagai kandang-kandang kuda”, Jelasnya.
Benteng ini dulunya
juga untuk melumpuhkan transportasi logistik para pejuang kemerdekaan pasukan
Pangeran Diponegoro. Bersamaan dengan itu, terjadi perang di Ngawi antara
pasukan Bupati Madiun-Ngawi yang memihak Diponegoro dengan Belanda.
Ia menjelaskan, setelah
Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van Den Bosch dijadikan
markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten Malang. Pada
waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan di areal
benteng.
Karena kondisi yang bangunan tidak mendukung untuk perkembangan dan kemajuan kesatuan, maka sekitar 10 tahun kemudian Yon Armed 12 menempati lokasi baru di Jalan Siliwangi, Kota Ngawi. Namun, sebagian area benteng masih digunakan untuk gudang persenjataan.
"Hal itulah yang mendasari mengapa selama puluhan tahun Benteng Pendem ini tertutup bagi umum. Pada akhir tahun 2011, benteng ini akhirnya terbuka untuk umum karena gudang persenjataan telah dipindahkan ke Jalan Siliwangi. Sampai sekarang kami masih lakukan perawatan secara rutin," papar Sugeng Riyadi.
Karena kondisi yang bangunan tidak mendukung untuk perkembangan dan kemajuan kesatuan, maka sekitar 10 tahun kemudian Yon Armed 12 menempati lokasi baru di Jalan Siliwangi, Kota Ngawi. Namun, sebagian area benteng masih digunakan untuk gudang persenjataan.
"Hal itulah yang mendasari mengapa selama puluhan tahun Benteng Pendem ini tertutup bagi umum. Pada akhir tahun 2011, benteng ini akhirnya terbuka untuk umum karena gudang persenjataan telah dipindahkan ke Jalan Siliwangi. Sampai sekarang kami masih lakukan perawatan secara rutin," papar Sugeng Riyadi.
Selain itu, bangunan
benteng ini dikelilingi gundukan tanah yang sengaja dibangun untuk menahan
serangan dan luapan air Bengawan Solo. Hal inilah yang membuat bangunan benteng
seperti terpendam. Bangunan ini juga dikelilingi parit air selebar 5 meter,
hanya saja saat ini paritnya telah tertutup tanah.
pihak Yon Armed 12 dan
pemerintah daerah setempat ingin agar Benteng Van Den Bosch menjadi objek
wisata sejarah di Kabupaten Ngawi. Pihak Yon Armed kini terus melakukan
pembenahan.
Pembenahan yang
dilakukan adalah merawat bangunan secara rutin. Saat ini kami sedang menunggu
izin merenovasi bangunan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Jika izin
sudah keluar, renovasi akan dilakukan tanpa meninggalkan bentuk asli dari
bangunan benteng tersebut.
Benteng Pendem ini
menjadi satu kesatuan wisata air dengan Museum Trinil Ngawi menyusuri Bengawan
Solo.
Disamping sebagai zona
pertahanan, benteng ini dulunya juga dimanfaatkan untuk persinggahan para
ilmuwan Belanda. Salah satunya adalah Eugene Dubois penemu manusia purba Trinil
"Pithecanthropus Erectus". ( Rif //Rika/ Chandra)